Minggu

Anak Semua Bangsa


Luasnya dunia tak pernah terbayangkan oleh nyaris segenap rakyat negeri kepulauan ini. Dunia, bagi mereka, hanyalah sejauh mata mereka bisa memandang. Sejauh patok-patok pembatas sawahnya atau cakrawala yang tak pernah bisa mereka capai dengan sampan dan perahu mereka. Dan ketika penderitaan serta penindasan berabad-abad tak lagi menyisakan kisah lain kecuali kisah tentang samudera air mata..maka semuanya menjadi seperti suatu kewajaran dan nasib buruk yang harus mereka terima dan jalani dalam satu-satunya dunia yang mereka ketahui ini.

Hanya segelintir anak negeri ini yang beruntung untuk menyadari, bahwa di belahan bumi yang jauh dan di balik cakrawala sana terdapat dunia yang lain. Dunia yang benderang oleh lampu-lampu yang tak perlu diisi minyak kelapa, yang jalan-jalannya lebar tertata bersih, yang kereta-keretanya tak lagi dihela oleh kuda tapi oleh mesin di atas lintasan besi, yang manusia-manusianya bisa bebas berbicara, yang bisa duduk sama rendah berdiri sama tinggi di antara sesama mereka, yang segalanya teratur tertib dan rapi.

Mereka adalah anak-anak tanah jajahan Hindia Belanda,yang di tahun-tahun 1600-an dibawa oleh tuan-tuan Belandanya ketika berlibur mudik ke negeri mereka (Den Haag adalah kota liburan paling favorit ketika itu). Sebagai budak, sebagai babu, sebagai baby sitter/ ibu susu, sebagai “perabot rumah tangga” yang tidak berharga tapi musti dibawa-bawa untuk melayani berbagai kebutuhan mereka dan menjaga life style kolonial mereka sebagaimana mereka hidup di Hindia Belanda. (Kebiasaan ini kemudian memaksa pemerintah negeri Belanda pada tahun 1636 mengeluarkan larangan untuk membawa orang kulit non-putih dari Hindia Belanda..sebuah larangan yang tak diacuhkan)

Mereka adalah pribumi tanah jajahan yang sengaja didatangkan oleh pemerintah Kolonial untuk memamerkan “eksotika” diri mereka, wajah mereka, postur tubuh mereka, pakaian mereka, kesenian dan bahasa mereka…sebagai bangsa pribumi yang terbelakang..kepada para penonton Exposition Universelle Coloniale…Pameran Dunia (tentang negeri-negeri) Kolonial. Di London (1851), Amsterdam (1883) dan Paris (1889), mereka “dipajang” untuk mengisi sebuah miniatur suasana perkampungan di Hindia Belanda, lengkap dengan gubuk-gubuk, kali kecil, jembatan bambu dan kandang kuda serta kambing. Dan panitia membekali para pengunjung dengan “buku panduan” yang bisa dibaca sambil melihat-lihat perkampungan sehingga lebih dapat merasakan suasana eksotisnya!

Mereka yang lain, adalah satu dua anak negeri yang mendapat “beasiswa” sebagai asisten pelukis, asisten guru, asisten amtenar, ataupun abdi dalem yang dikirim oleh Raja-nya atau sultan-nya untuk belajar. (Kadjo, misalnya, adalah seorang abdi dalem yg pada tahun 1856 dikirim oleh Sunan Surakarta ke Brussel utk belajar memperbaiki arloji !..)

Di waktu-waktu senggang mereka sebagai pelajar, budak, babu, baby sitter, ataupun “asesoris” pameran, tentu saja mereka terus merasa takjub menyaksikan sebuah dunia dengan berbagai keajaiban yang tak pernah mereka bayangkan seumur hidupnya. Ketakjuban yang menyadarkan mereka, bahwa ada dunia yang jauh lebih maju daripada dunia mereka di Hindia Belanda sana. Mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa ada dunia lain yang ternyata bisa seindah dan semegah ini.

Bagi sebagian mereka yang berfikir mendalam, penyaksian ini menyulut kesadaran, bahwa ia bukan lagi manusia yang kesepian…yang tak bisa memiliki keinginan…yang hidup di sebuah dunia terpencil yang bernama Hindia Belanda. Ia kini telah menjadi bagian dari fenomena dunia yang lebih luas dan ramai dengan segala kemungkinan. Ia adalah bagian tak terpisahkan dari bangsa-bangsa lain, yang juga berhak untuk memiliki keinginan untuk maju dan menjadi setara.

Ia kini terlahir sebagai anak semua bangsa, yang berhak memiliki mimpi yang setara dengan semua bangsa maju di dunia. Untuk memiliki kehidupan yang sama indah dan sama benderangnya !!..


Disarikan dan dibahasakan kembali dari: “Di Negeri Jajahan: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950”, Harry A.Poeze, KITLV Jakarta dan KPG, Juli 2008.
..

Tidak ada komentar: