Minggu




Tari Ronggeng, a traditional Batavian Dancing.

The Biggest Secret..FInally Revealed !!


Saya senyum saja di dalam hati. Sudah terlalu sering saya mendengar tentang yang satu ini. Hampir tiga tahun melihat dan mendengarkan hal yang sama, dari forum ke forum, dari seminar ke seminar, talkshow di tivi dan radio, dari diskusi ke diskusi. Para ”pakar” ekonomi syariah dan perbankan syariah, para aktivitis, komentator, pejabat bahkan para petinggi tak pernah bosan dengan yang satu ini. Seakan jika sudah ngomong ini, maka sah-lah kompetensi keilmuannya dan pengetahuannya tentang ekonomi syariah. Dan nampaknya tidak ada yg peduli untuk mengecek validasi kebenaran klaim yg satu ini: bank syariah kebal dari krisis ekonomi!

Argumentasi yang selalu dikatakan (selain dari bahwa bank syariah dibangun berdasarkan ”blueprint” buatan Tuhan sendiri, sehingga sudah pasti paling sempurna) adalah bahwa bank syariah bebas dari dinamika perekonomian yang berbasis suku bunga. Sehingga ketika krisis ekonomi terjadi, dan suku bunga sistem perbankan nasional ataupun global bergejolak, bank syariah yang tidak berbasis suku bunga akan aman. Kan ga pake suku bunga..ya pastilah ga terpengaruh. Begitu mungkin fikir mereka. Krisis ekonomi? Ga akan berdampak kepada bank syariah. Bank syariah akan tetap survive karena memiliki kekebalan hebat. Bank syariah immune terhadap krisis ekonomi!..

Tapi benarkah begitu? Ya, tapi hanya jika bank syariah buka di atas awan..tidak nrima tabungan atau ngasih pembiayaan apapun ke manusia bumi di bawah sini. Atau..hanya jika bank syariah hidup di dalam gelembung plastik steril dan tidak berhubungan fisik dgn orang lain. Ingat film lawas The Boy in the Plastic Bubble? Nah seperti itulah kira-kira... :p

Tapi, tentu saja bank syariah tidak hidup di dalam gelembung plastik steril. Ia juga berinteraksi dengan dunia luar, dengan nasabah yang menyimpan tabungannya, dengan nasabah yang dibiayainya, dengan para suppliers yang mendukung operasional sehari-harinya, dengan perusahaan induknya, dengan para investor, pemilik modalnya dan pemegang sahamnya. Nasabah yang proyek2nya dibiayai oleh bank syariah tetap terpengaruh oleh dinamika apapun yang berdampak kepada kelangsungan proyeknya. Pembiayaan dari bank syariah, tidak otomatis melindunginya dari resiko terburuk usahanya.

Case Satu: Krisis Bank Syariah Akibat Menurunnya Perdagangan Dunia

Misalnya akibat krisis global maka penduduk di negara2 di Eropa atau AS berkurang kemampuan konsumsinya. Maka permintaan terhadap barang impor..misalnya Kijang Inova dari Indonesia, atau tembakau atau sandal jepit dari Indonesia berkurang. Kalau yg menunda pembelian sandal jepit cuma satu dua orang Amerika, ga ngaruh lah. Tapi urusan ekspor impor sudah juta-juta dollar itung2annya. Dan penurunan permintaan bisa menyebabkan sebuah pabrik di Indonesia bangkrut dan tutup. Pemilik pabrik ga bisa mbayar cicilannya kepada bank. Maka banknya terkena musibah kredit macet. Sama saja jika pabrik itu dibiayai oleh bank syariah..mo pake skema murabahah keq, mudharabah keq, ijaroh keq….bank syariahnya tetep kena imbasnya. Tidak kebal.


Case Dua: Krisis Bank Syariah Akibat Gejolak Suku Bunga

Misalnya karena satu hal maka otoritas moneter menaikkan BI Rate. Biasanya karena alasan untuk menjaga stabilitas harga2 (inflasi) secara forward-looking alias antisipatif. Bank-bank yang beroperasi berbasis suku bunga, tentu saja kemudian mengikuti dengan menaikkan suku bunga..termasuk suku bunga kreditnya. Karena sekarang kredit jadi ”mahal”, maka tidak banyak pengusaha yang ambil kredit dan kegiatan investasi berhasil direm, sehingga mesin ekonomi tidak menjadi ”panas”.

Bagaimana dengan bank syariah? Tentu saja kenaikan suku bunga tidak berdampak langsung kepada bank syariah, krn tidak berbasis suku bunga. Tetapi dampak tidak langsungnya tetap ada: Penurunan aktivitas perekonomian (krn direm) akan berakibat menurunnya profit usaha....yang ujung2nya menurunkan bagi hasil yang bisa diberikan. Jika aktivitas ekonomi menurun sangat tajam, maka bagi hasil bisa menjadi sangat kecil. Dampaknya dilematis bagi bank syariah: memangkas margin keuntungannya demi mempertahankan bagian nasabah....atau kehilangan nasabahnya. Siapa sih yg mau nabung di bank syariah kalau bagi hasilnya kecil bangettt?. Jadi, dinamika suku bunga akan tetap mempengaruhi dinamika bank syariah. Tidak kebal.

Catt: menariknya, kenaikan suku bunga akan berkorelasi negatif dgn bagi hasil. Suku bunga yang naik, akan menyebabkan perlambatan aktivitas investasi usaha..sehingga menyebabkan bagi hasil yang lebih kecil. Fair..tetapi tidak selalu bisa diterima oleh semua orang. But that’s life...


Case Tiga: Krisis Bank Syariah Akibat Gejolak Nilai Tukar

Tiba-tiba saja nilai tukar rupiah bergejolak. Biasanya karena faktor sentimen akibat gejolak sosial-politik-keamanan domestik. Tiba2 saja masyarakat lebih suka megang dollar daripada rupiah, sehinga semuanya beli dollar dan akhirnya rupiah terpuruk. Dollar yang ”mahal” akan memukul dunia industri, begitu kata para pengamat ekonomi.

Pertama....bahan baku, barang modal yang dibeli dari luar negeri..tiba2 harganya mahal sekali. Sehingga biaya produksi menjadi meroket (termasuk juga biaya investasi dan operasional bank syariah). Ini mengurangi profit mereka atau malah bisa bangkrut krn ada banyak juga yang tidak mampu lagi beli bahan baku.

Kedua....pembiayaan/kredit dalam dollar (bank syariah juga memberikan pembiayaan dalam Dollar lho..) tiba-tiba harus dibayar dgn rupiah yang lebih banyak. Banyak perusahaan yang sekarat akibat kewajiban2 valasnya jika dinilai dalam rupiah jadi membengkak (perusahaan2 ini jualan di Indonesia, jadi pendapatannya ya dalam rupiah..yg menjadi semakin menciut nilainya). Banyak perusahaan yang tiba2 networth nya jadi menguap dimakan utang...alias aset lebih kecil daripada kewajiban2. Bayangkan jika perusahaan itu dibiayai oleh bank syariah...tetep jadi pembiayaan macet..dan jika banyak sekali, maka bank syariahnya tetep akan masuk ”rumah sakit” (dulu ada BPPN). Tidak kebal.


So What? Bank Syariah memang tidak kebal terhadap dinamika apapun di dunia di dalam mana ia hidup. Bank syariah memang tidak kebal terhadap krisis. Inilah yang harus disadari dan diakui oleh mereka, para penggiat ekonomi dan perbankan syariah yang sering jadi pembicara di talkshow seminar diskusi...dan para ”pakar” serta para ”ahli ekonomi syariah” yang ngajari anak-anak muda yang sedang semangat2nya belajar.

Lepaskan semua jargon dan atribut simbol2 apologetik yang berbunga-bunga, maka yang tinggal dari bank syariah hanyalah business agreement (akad, skema keuangan) yang sama fragile-nya dengan business agreement manapun di hadapan krisis ekonomi.

Dan hanya dengan demikian kita bisa dengan jujur dan rendah hati mengatakan, bahwa..

"Islamic finance was not going to be immune from the crisis; whilst they have no toxic assets, Islamic financial institutions do have concentration issues of their own in sectors like regional private equity and real estate. However, it is generally believed they are still in better shape than many conventional banks and so will be better placed to exploit the upturn when it comes ...” (pada suatu diskusi internasional)

Jadi….jangan mau dibohongi ah…