Minggu

Salah Membaca-Nya

Dunia hadir semakin dekat dan revolusi informasi meniadakan sekat-sekat, maka wajah-wajah "yang lain" dan peristiwa "dia", "kalian", dan "mereka" menyapa kita hanya dalam hitungan detik pada dimensi waktu yang menyatu. Maka berbagai penderitaan, bencana dan airmata dari "yang lain" juga kita saksikan dan kemudian menjadi penderitaan dan air mata kita. Siapapun mereka, di manapun mereka...kita ikut menangisi derita mereka tanpa mempersoalkan warna kulit, etnik, bangsa, budaya, agama dan cara penghayatan ketuhanan mereka. Di desa-desa global ini, kita hanyalah sama-sama manusia..

Maka alangkah ironisnya jika kita menyaksikan paradox yang ditampilkan oleh agama-agama, yang justru saat ini bergerak ke arah yang terbalik.....dalam kecenderungan meninggikan sekat dan tembok-tembok, mengkotak-kotak dan memisahkan "kami" dengan "yang bukan kami". Menarik garis batas yang semakin tebal antara "kami" dan "kalian"..hanya karena "kalian" bukanlah "kami"..dan "kami" lebih mulia lebih suci dan lebih pantas masuk surga Tuhan dibandingkan "kalian" dan "yang lain". Urusan "kalian" bukan urusan "kami" karena kita berbeda. Kami sempurna, dan "kalian" nista!..

Alangkah ironis, menyaksikan agama-agama yang sebenarnya memiliki potensi untuk menjadi kekuatan sosial yang paling besar dan positif...untuk memberi inspirasi kepada banyak orang dan beragam komunitas mengatasi kepentingan dirinya dan mengejar nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi....justru sekarang ini agama-agama semakin memposisikan diri sebagai kekuatan pemecah-belah. Para agamawan justru menjadi "bencana kemanusiaan" dengan jargon-jargon "kebenaran" yang dirumuskannya secara sempit dan dangkal. Berbagai kekerasan bernuansa sosial-religius di berbagai belahan dunia, juga di negeri ini, semakin menunjukkan wajah agama yang tidak bersahabat, tidak memanusiakan manusia, dan tidak memihak kepada kedamaian serta kehidupan dunia yang luhur?! Bahkan, sebuah buku ditulis dalam kegemasan atas fenomena ini: "When Religion Becomes Evil" (Charles Kimbal, San Fransisco, Harper, 2002)

Jika kita berkeyakinan bahwa bukan agama-nya yang salah, karena kita yakin bahwa semua agama justru menyinarkan nilai-nilai kedamaian, kelembutan, persaudaraan manusia, kesamaan martabat, cinta dan welas asih....maka berarti ada yang salah ketika kita mencoba menginterpretasikan pesan-pesan Tuhan. Mengapa mereka yang semakin taat, malah justru semakin menjadikan manusia-manusia yang lain musuh mereka? Mengapa mereka yang semakin berusaha hidup dalam spiritualitas agama-agama, malah justru menjadi semakin jauh dari nilai-nilai luhur spiritualitas yang dikejarnya? Menjadi pembenci, penghasut, dan bahkan penghancur? Mengapa??..

Jika kita percaya, bahwa Tuhan tak bisa salah...dan wahyu Tuhan adalah mutlak benar....maka berarti kita lah yang sudah salah membacaNya !!?..

.

Tidak ada komentar: