Rabu

Menjadilah Allah !...

Seperti kuncup bunga sepatu yang masih akan tumbuh menjadi ranting, daun dan bunga sepatu sempurna…demikianlah juga kebenaran yang adalah sesuatu yang bergerak hidup, sebuah proses dinamis dalam proses “menjadi”. "Kebenaran adalah yang menyeluruh", kata Hegel (1770-1831) sang filsuf kelahiran Jerman. Kita boleh menyebut sesuatu “benar”, bila segala kemungkinan dan potensinya telah berkembang penuh. Baru di dalam proses menjadi pohon bunga sepatu, kuncup itu bisa tampak sebagai kebenaran.

Dan tugas kitalah untuk menyibak the dynamics of the truth...mengkajinya secara seksama dengan melihat tumbuh kembangnya dari mulai bibit idea, segala pengandaian dan akibat yang mungkin muncul daripadanya. Dan karena semua benda dan pemikiran manusia adalah terbatas sifatnya, maka ia selalu memuat unsur ketidaksejatian pada dirinya. Yang terlahir darinya senantiasa belum merupakan kebenaran yang final. Belum merupakan kebenaran yang menyeluruh.

Tak ada seorangpun yang bisa mengklaim dirinya sebagai pemilik kebenaran sepenuhnya. Apapun yang dikatakan manusia sebagai “kebenaran” senantiasa tidak bersifat final. Bahkan interpretasi yang dibuat manusia atas kalimat-kalimat Wahyu Tuhan…tidak pernah bersifat final. Ia senantiasa tidak sejati, dan harus hidup dan bergerak!. Ia harus terus- menerus diperiksa, ditantang dan diuji.

Tugas kitalah untuk senantiasa mengingatkan, bahwa kita semua adalah kekurangan. Akal budinya manusia (verstand), hanya mampu menangkap kulit luar dari segala fenomena. Inteleknya manusia (vernunft), yang memberinya kemampuan untuk melihat totalitas realitas yang kompleks, satu peristiwa partikular di dalam keseluruhan dan kesalingterkaitan universal dengan semua peristiwa yang lain….juga belumlah sadar secara penuh akan dirinya sendiri.

Siapapun yang ingin mengklaim sebagai pemilik kebenaran sepenuhnya, pertama-tama harus memicu Intelek-nya untuk mengembara…dan mendudukkannya di atas kesadaran paripurna mengenai dirinya (das sich wissende Wissen, pengetahuan yang mengenali dirinya). Dalam bahasa Hegel, untuk mencapai kebenaran sepenuhnya maka sang intelek harus menjadi sang Ruh (Geist) yang merangkum segala sesuatu di dalam jagat raya, memahami perkembangan makhluk hidup dari level yang terendah ke level yang tertinggi, merangkum segala tokoh dan pemimpin manusia sepanjang sejarah, menangkap segala konseptual dan esensi dari semua fenomena semesta. Bergerak meningkatkan diri dari ruh individual (kehendak, pengetahuan, daya cipta pribadi-pribadi) menuju ruh obyektif (kehendak dalam hukum , daya cipta negara dan peradaban)...dan akhirnya menjadi ruh absolut yang bergerak penuh kedaulatan di dalam semua dan mengembangkan diri di dalam semua….menjadi Allah !

Ada yang berani mencoba?....

.

Tidak ada komentar: