Minggu

Maing, Dari Betawi Menggubah Jiwa Negeri

Maing, demikian si bocah betawi Kwitang Lebak itu dipanggil sehari-harinya. Ia terlahir pada tanggal 11 Mei 1914 dan diberi nama Ismail Marzuki oleh ayahandanya, Haji Marzuki Saeran yang seorang guru ngaji di kampung, dan juga kasir bengkel mobil Ford Reparatie di daerah Senen Raya. Selain kesukaan Maing mandi dan bermain di Kali Ciliwung tak jauh dari rumahnya, Maing kecil bak burung kutilang yang setiap waktu bersiul-siul mulutnya. Sampai-sampai babe-nya sering menegurnya, “Eh! Il (Ismail)!..Kalau maghrib jangan bersuit. Ngga bae. Ntar ditabok setan!”..


Tapi apa mau dikata, jika seni adalah warna jiwanya. Sebagai anak yang paling disayang, Maing kecil sudah punya koleksi alat musik lengkap di kamarnya: rebana, gitar, biola, ukulele, kecapi, mandolin, akordeon, harmonika, saksofon sampai piano! Cita-citanya untuk menjadi pemusik terbukti bukanlah main-main, ketika ia memutuskan untuk memilih menekuni dunia musik daripada melanjutkan sekolah ke SMA (jaman itu Algemeene Middlebare School, AMS). “Ude gue aje jadi tukang musik, jangan elu lagi ikut-ikutan!”, kata Maing kepada Naroth adik tirinya. Ia sadar akan konsekuensi “jalan susah” yang akan dijalaninya. Apalagi pada waktu itu musisi memiliki citra yang “miring” di mata masyarakat, dipandang rendah, pemalas, kaum maksiat, pemburu perempuan dan hidup tanpa guna (citra yang nanti akan ia buktikan bahwa ia bisa menjadi musisi yang tidak seperti itu).


Jiwa seni menjadikan Maing peka terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya. Pada usia 17 tahun ia mencipta lagu pertamanya “Oh Sarinah” (1931)..yang merupakan perlambang dari sebuah bangsa yang tertindas oleh kolonial Belanda. Dan kemudian seperti mata air yang deras memancar, dari benaknya seakan tak terbendung..mengalirlah dua ratus lima puluh lagu dicipta dalam dua puluh tahun perjalanan hidupnya!!…termasuk lagu Als de Orchideen Bloeien (1939) yg menjadi sangat populer di radio-radio di negeri Belanda, dan kemudian diIndonesiakan menjadi “Bila Anggrek Mulai Berkembang” yang dinyanyikan oleh biduanita Netty.


Sebagai anak betawi di zaman kolonial, Maing juga tak ketinggalan dalam pergerakan memajukan kaumnya melalui Perkoempoelan Kaoem Betawi yang dipimpin oleh Muhammad Hoesni Thamrin. Ia bertugas sebagai kurir organisasi, dan kemudian ditunjuk menjadi Ketua “Tjabang Muziek” organisasi tersebut, yaitu Modern Gamboes & Harmonium Orkest Combinatie. “…lagoe-lagoenja jang asjik dan merdoe menambahkan rasa gembira dan bersemangat di tengah hawa jang sedjoek pada malam itoe” (Berita Kaoem Betawi, November 1939).


Dan sebagai anak negeri, Maing juga bergabung di orkes studio radio PPRK (Perserikatan Perkoempoelan-Perkoempoelan Radio Ketimoeran) yang didirikan pada tahun 1937 untuk memajukan kepentingan-kepentingan kaum bumiputera, yang kemudian ia menjadi pemimpinnya pada tahun 1940…hingga masuknya balatentara Nippon ke Indonesia.


Pemerintahan militer Dai-Nippon segera saja mengambilalih dan menjadikan semua media komunikasi dan kebudayaan sebagai corong untuk menyebarluaskan propaganda “Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya dan Perdamaian Dunia”. Sebuah justifikasi bagi agresivitas invasi imperialisnya ke negeri-negeri Asia Pasifik. Koran, televisi dan radio dimaksimalkan untuk “merebut hati rakyat” (minshin ha’aku) dan “mengindoktrinasi serta menjinakkan” (senbu kosaku). Sebagai bagian dari program propaganda itu, sebuah Badan Poesat Keboedajaan (Keimin Bunka Shidoso) dibentuk..dan Seksi Musik adalah dimana Maing ditempatkan…bersama-sama dengan musikus Indonesia lainnya seperti Cornel Simanjuntak, Utojo Ramelan dan R.Koesbini. Tugas utama dari Seksi Musik itu adalah menciptakan lagu-lagu yang berisi semangat berjuang,terutama kesadaran patriotis sebagai anggota Asia Timur Raya (dengan Jepang sebagai pusat tentunya): Kampoeng Halaman, Tanah Toempah Darahkoe, Selaloe Sedia, Membela Pabrik, Hidoep Baroe, Memoeji Amat, dll….. Asia Timur Raya! Asia Timur Raya! Tenno Heika! Saudara Tua penyelamat Indonesia!..


Ahh, bukankah Indonesia memang adalah negeri yang terbesar di Asia dulu? Bahkan ia besar dengan kekuatannya sendiri. Bukankah Indonesia adalah negeri terindah bak mutu manikam di khatulistiwa sejak dulu? Bahkan ia adalah terindah pada dirinya sendiri. Demikianlah berontak jiwa Maing muda. Hatinya tak menerima, bahwa untuk menjadi besar dan indah Indonesia harus tunduk dan menempel kepada negeri asing. Negeriku indah pada dirinya..negeriku besar karena dirinya !...maka memberontaklah ia! Melalui karya-karya lagunya ia titipkan pesan-pesan tersembunyi…. tentang keindahan dan kebesaran negeri…tentang cintanya kepada tanah airnya…tentang ikrar ketundukhatiannya untuk mengabdi kepada kemuliaannya:…Kesuma Melati (dengan pesan tersembunyi: Indonesia juga punya bunga yang seindah dan seelok bunga Sakura)…Indonesia Tanah PoesakaBisikan Tanah Air….Rayuan Kelapa….


Indonesia Tanah Pusaka


Indonesia Tanah Air hamba

Poesaka abadi nan djaya

Indonesia sedjak doeloe kala

Tetap dipoedja-poedja bangsa


Di sana, tempat lahir hamba

Diboeai dibesarkan boenda

Tempat berlindoeng di hari toea

Tempat akhir menoetoep mata


Indonesia tanah air hamba

Tiada bandingannja di doenia

Karya indah Toehan Maha Esa

Bagi bangsa yang memoeja-Nya


Indonesia Iboe Pertiwi

Kaoe koepoedja kaoe koekasihi

Tenagakoe bahkan poen djiwakoe

Kepadamoe rela koeberi


http://www.youtube.com/watch?v=Knn2UhNLTWE

...


Tidak ada komentar: