Selasa

Pahlawan...atau Jahanam?


Siapakah pahlawan? Siapakah jahanam? Adalah Jan Pieterszoon Coen (1587-1629), yang dinobatkan sebagai "pahlawan" kerajaan oranye oleh Sri Ratu dan de Javasche Bank mengabadikan "kehormatannya"-nya pada uang kertas Nederland Indische pecahan seratus gulden tahun 1902. Seakan berjuta pribumi di nusantara yang ditindas dan ratusan ribu jiwa yang dilenyapkannya, selama ia menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1619-1623) dan lagi (1627-1629), tak memiliki hak apa-apa tuk menggugat "kemuliaan"nya (catat: segenap pribumi pewaris resmi Pulau Banda diusirnya, diasingkan dan dibiarkan mati kelaparan, atau diperbudak pada perkebunan rempah-rempah milik VOC).Seakan prinsip penindasannya yang tanpa ampun direstui sebagai sebuah kebijaksanaan suci, "Dispereert niet, ontziet uw vijanden niet, want God is met ons! "...Despair not, spare your enemies not, for God is with us! (sic).

Siapakah pahlawan? Siapakah mulia? Adalah Aristoteles (384-322 SM) yang mengungkapkan, bahwa seorang warga negara yang dinilai terhormat oleh negara...belum tentu adalah seorang manusia yang dipandang mulia oleh sesama manusia. Seorang pahlawan di mata negara, bisa jadi adalah seorang jahanam penindas kemanusiaan di mata manusia lainnya. Seorang yang dimuliakan oleh raja, bisa jadi dihinakan dan dinistakan oleh rakyat kebanyakan.

"Warga negara teladan", menurut Aristoteles, adalah warga negara yang sukses berpartisipasi dalam menduung tercapainya tujuan negara. Dan karena bentuk konstitusi negara berbeda-beda, maka tuntutan akan peran serta partisipasi juga berbeda-beda. Pada konstitusi monarki atau oligarkhi, keutamaan warga negara dinilai dari bagaimana kontribusi mereka dalam mendukung dan melanggengkan kekuasaan Raja/Ratu ataupun segolongan orang (bangsawan, elite) demi keuntungan Raja dan segolongan kaya. Pada konstitusi demokrasi, keutamaan warga negara dinilai dari bagaimana kontribusi mereka dalam membela orang miskin kebanyakan. Alhasil, nilai keutamaan warga negara sangatlah tergantung dari konstitusi di dalam mana ia berperan. Apa yang dinilai sebagai tindakan mulia dan adil sebagai warga negara, bisa jadi hanya berlaku dalam satu konstitusi tertentu namun menjadi tidak mulia dan tidak adil jika dilakukan dalam konstitusi lain.

Dengan demikian, nilai keutamaan warga negara harus dibedakan dari nilai keutamaan manusia. Keduanya bisa saja sama, tapi bisa pula berbeda. Keutamaan manusia berlaku dimanapun kapanpun dan dalam kondisi apapun. Ia dibangun dari nilai-nilai utama kemanusiaan (virtues, areste) yang merupakan nilai keutamaan yang sempurna dalam rangka mencapai tujuan puncak keluhuran (eudaimonia). Dengan kacamata nilai keutamaan manusia inilah seharusnya kita memandang setiap tindakan warga negara (yang berpartisipasi aktif dalam proses perumusan kebijakan dan sistem peradilan).....untuk menilainya apakah ia seseorang yang mulia, terhormat dan pahlawan...terlepas dari tingginya gelar dan taburan bintang jasa disematkan.....atau justru hanya seorang penindas jahanam berkedok ”demi kemuliaan kekuasaan” dan bersembunyi di balik "atas nama Tuhan".

Jan Pieterszoon Coen kini dikubur di dalam tanah, di bawah salahsatu anak tangga kompleks pemakaman Imogiri Yogyakarta (sanskrit: Himagiri....gunung bersalju). Dan rakyat manusia kebanyakan melangkahinya, menistakannya....

..

Tidak ada komentar: