Jumat

"Kesejahteraan": apa maksudnya?...

Kesejahteraan adalah janji yang tak pernah basi untuk dijual oleh siapapun yang ingin membeli banyak hati. Setiap pemimpin bersumpah akan membawa kesejahteraan bagi mereka yang dipimpinnya, tetapi banyak sudah janji yang tidak terpenuhi atau bahkan dikhianati. Menjadi sejahtera adalah mimpi semua manusia, namun tak banyak yang tahu kemana harus mengejarnya dan bagaimana menggapainya? Mencari kesejahteraan belakangan ini ibarat berputar-putar mengejar satu fatamorgana, untuk kemudian tersesat di fatamorgana yang lain yang menjanjikan pemuas dahaga namun lagi-lagi hampa, atau bahkan menjerumuskan kepada binasa.


Negara, sebagai suatu institusi supra kemana individu menyerahkan sebagian kekuasaannya (dengan sukarela ataupun dengan paksaan), tak lagi pernah berhasil menunjukkan bahwa ia mampu menghantarkan rakyatnya ke gerbang sejahtera. Sebuah negeri yang gemah ripah loh jinawi kini hanya bisa kita temui di dalam kisah-kisah seribu satu malam a la Sultan Harun Al-Rasyid atau kisah raja-raja peminang putri salju dan cinderella.


Apakah kesejahteraan (well-being) kini telah kehilangan makna? Sehingga kata itu hanya tinggal kerangka tanpa jiwa, yang bisa digunakan dan dilantangkan oleh siapapun (juga oleh negara) tapi tak pernah bisa menghidupkan jiwa-jiwa? Dimanakah ruh dari kata “sejahtera”? Sehingga ia bisa berdaya membebaskan dirinya dari belenggu perbudakan ideologi yang ditunggangi oleh kepentingan pribadi para penguasa, berdaya menghidupkan kesadaran individu dari tipuan berbalut jargon-jargon palsu, dan menjadi daya hidup bagi negara untuk menjadi seharusnya ia menjadi.


Amartya Sen dalam bukunya “Inequality Reexamined” (1992) menegaskan, bahwa kesejahteraan (well-being) tidak cukup diukur dari indikator agregat makroekonomi semisal GDP, GNP atau Real Incomes. Tidak pula memadai jika kesejahteraan hanya diukur dari kecukupan bahan pokok (primary goods) ataupun sumberdaya (air, energi, other resources). Negara yang memiliki tingkat GDP yang tinggi, seringkali masih menghadapi masalah kemiskinan dan kesenjangan akut di perekonomian domestiknya. Dua orang individu yang memiliki sumberdaya yang sama seringkali mencapai kemakmuran (wealth) yang berbeda.


Bagi Sen, primary goods dan resources baru merupakan “bahan dasar” yang masih perlu ditransformasi menjadi hal-hal yang memang menjadi karakteristik dari kesejahteraan. Dalam terminologi Sen, karakteristik kesejahteraan adalah tercapainya “functioning”. Dan untuk mencapai functioning tersebut, individu perlu memiliki "capability"...kemampuan untuk mentransformasikan bahan dasar yang dimilikinya menjadi kesejahteraan.


Functioning merupakan aspek paling esensial dari keberadaan seorang manusia. Ia bisa berupa keadaan konkrit, semisal terpenuhinya kebutuhan pangan, selalu dalam keadaan sehat, terhindar dari kematian (avoiding escapable morbidity), atau berupa kondisi abstrak semisal menjadi bahagia, dihormati, bebas dari rasa takut, bisa berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat (tidak terasing). Tercapainya keadaan/kondisi-kondisi tersebutlah yang sesungguhnya merupakan pencapaian kesejahteraan yang sebenarnya.


Capability merupakan berbagai kombinasi functioning yang bisa dicapai oleh seorang individu, dan oleh karenanya menentukan tingkat kesejahteraan yang mungkin dicapainya. Dua orang individu dengan sumberdaya yang sama, dapat memiliki capability yang berbeda. Misalnya individu yang cacat (handicapped) tentu saja memiliki keterbatasan dalam mengolah sumberdaya yang dimiliki dibandingkan dengan orang normal lainnya. Demikian pula, setiap individu memiliki variasi karakteristik personal masing-masing, misalnya perbedaan kekuatan fisik, kemampuan intelektual, tingkat kematangan, agresivitas usaha, dll, yang semuanya sangat mempengaruhi bagaimana ia mentransformasi sumberdaya. Yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat kesejahteraan yang bisa dicapainya.


Capability adalah refleksi dari derajat kebebasan seseorang (person’s freedom) dalam mencapai well-being. Capability set seseorang meliputi berbagai kombinasi functionings, maka mencerminkan tingkat kebebasan seseorang yang berbeda untuk memilih di antara tingkat kehidupan yang mungkin baginya (freedom of choice). Well-being terwujud dengan dicapainya functioning. Dan keduanya, functioning DAN capability, secara tak terpisahkan harus menjadi definisi yang sesungguhnya dari kesejahteraan.

.


Tidak ada komentar: